Pertanian Apel di Kota Batu Khawatir Gagal Produksi - Luas lahan penghasil apel di kota Batu semakin mengecil. Pada tahun 2020, luas lahan yang tercatat adalah 1.200 ha (ha) dan hanya 1.092 ha pada tahun 2022. Hasil panen juga menurun tajam dengan rata-rata umur pohon adalah 40 – 50 tahun.
Salah satu sentra produksi apel di Jawa Timur terletak di kota Batu. Buah ini mendapatkan hasil yang lumyan besar pada masanya. Namun saat ini, situasi pertanian semakin khawatir karena pohon yang semakin layu dan kemungkinan gagal produksi.
Dul Komar yang merupakan seorang penyuluh pertanian di Kota Batu mengatakan “Hasil apel menurun karena penurunan kualitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang akan gagal produksi,” Varietas apel juga sangat terbatas, hanya ada 4 jenis yaitu apel Ana, Rome Beauty, Manalagi dan Wanglin. Dibutuhkan penelitian sekaligus penerapannya untuk dapat melahirkan varietas apel baru di kota Batu. Budidaya apel di kota Batu sebanding dengan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan kota Batu.
Pada tahun 2015 jumlah pohon yang ditanam sebanyak 2.121.929 pohon, jumlah pohon yang dihasilkan sebanyak 1.115.081 pohon. Nilai hasil per pohon mencapai 15,05 kg. Namun pada tahun 2019, jumlah pohon apel di kota Batu mengalami penurunan menjadi 2.119.165 pohon. Dari jumlah tersebut, hanya 857.830 pohon yang masih produktif. Hasil per pohon juga menurun menjadi 14,72 kg.
Hal ini Komar katakan kepada Komisi IV DPR RI saat melakukan kunjungan kerja ke kebun apel di desa Tulungrejo, Bumiaji, kota Batu, pada tanggal 15 September 2022.
Keluh kesah keluarga buruh Tani Apel imbas di bbm
Mujianto dan istrinya Muthmainah yang merupakan ibu rumah tangga khawatir pendapatan suaminya tidak akan berubah. Sedangkan kenaikan harga BBM akan berdampak pada peningkatan kebutuhan pokok, meskipun ia merupakan salah satu keluarga penerima BBM BLT dan BPNT Rp 500.000, namun ia tetap mengkhawatirkan keadaan ekonomi keluarganya.
Ia mengatakan "Kalau kita semprot air juga pakai pompa air tenaga minyak, pakai bensin. Harga apel juga murah, obat pertanian mahal, harga kebutuhan pokok otomatis naik. Sementara upah buruh tidak naik."
Mutmainah tidak bekerja dan suaminya Mujianto hanya bekerja di bidang pertanian. Gaji harian suaminya hanya Rp 40.000 untuk bekerja dari pukul 06:00 WIB hingga 12:00 WIB.
Dia mengatakan, kenaikan harga BBM sangat mempengaruhi kondisi keluarga pekerja apel. Suaminya secara teratur menerima keluhan dari bosnya tentang kenaikan harga bahan bakar. Sebagai keluarga buruh tani, ia berharap harga apel bisa naik sehingga upah buruh tani juga bisa meningkat.
Janji Komite lV DPR RI
Wakil Ketua Komite IV DPR RI Anggia Erma Rini mengatakan, berdasarkan paparan kondisi apel ini di Kota Batu, perlu mendapat perhatian khusus, perlu segera direstorasi dan diperbaiki agar kedepannya tanaman apel tidak hilang atau punah bahkan gagal produksi.
Anggia berkata: “Jangan biarkan pertanian ini merasakan hal yang sia-sia, kita tahu bahwa apel sedang menurun drastis. Ditambahkannya, Komite IV DPR RI serta Pemkot Batu berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini.
Dari aspek produksi, penyediaan pupuk organik, penelitian dan pengembangan varietas apel, subsidi pupuk dan restorasi tanah untuk mengembalikan unsur hara. Sementara itu, harapan dari Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso yaitu para legislator dapat membantu memperbaiki masalah pertanian kota. Sehingga kota ini dapat kembali menjadi sentra produksi apel dan mensejahterakan petani.
“Kami berusaha membuat apel ini lebih populer, termasuk menjadikan apel sebagai makanan wajib bagi tamu hotel di Batu" Tutupnya.
0 Komentar